Selasa, Mei 31, 2011

but it's not so bad....

judulnya mengambil penggalan dari lagu vertical horison - the best i ever had, cerpen ini juga pernah kukirim ke sebuah majalah, tapi sudah berlalu hampir 2 tahun, rasanya sayang tulisan yang susah payah dibuat, harus tergeletak sia-sia dimeja mereka, tanpa bisa memberi manfaat bagi orang lain...so enjoy...
LANA - Manager
“Bagaimana aku bisa menjalani hari ini!” batinku berteriak dan menangis. Baru saja beberapa jam yang lalu, pagi ini kudapati suamiku, Nick, dengan seorang wanita yang selama ini ia bangga-banggakan sebagai pegawai terbaiknya…di ranjang kami! Setelah aku pulang sehari lebih awal dari menjaga mama di rumah sakit. Pagi ini pun aku harus dihadapkan dengan presentasi dengan klien terbesar perusahaan kami, dan dapat dipastikan aku akan kehilangan mereka, jika pikiran kacauku ini kubawa ke ruang presentasi. Aku tertunduk di meja kerjaku, dan hampir saja meledak lagi, tapi aku tertahan oleh suara ketukan dari pintu masuk ruanganku, lalu Dani, pegawaiku, masuk dengan membawa setumpuk berkas untuk presentasi.
“Kemarin malam, ketika hp anda tidak aktif, saya kuatir anda kelupaan dengan presentasi hari ini, jadi saya membuatnya untuk berjaga-jaga dan kalau anda tidak keberatan, saya sekalian yang mempresentasikannya karena saya yang membuatnya, biar ibu tidak kesulitan nantinya.”
Dari dulu Dani selalu berusaha mengambil hatiku, tapi kali ini aku merasa diselamatkan oleh seorang pahlawan super.
“O…ya tentu saja, saya memang belum siap…eh…jadi...,” belum selesai kalimatku, Linda, seorang lagi karyawanku, masuk ke ruanganku dengan membawa seperangkat aroma terapi.
“Pagi bu…saya lihat tadi ibu kurang begitu segar, tapi tetap cantik tentu saja, boleh ya saya taruh aroma terapi ini, biar ibu jadi rileks dan segar kembali. Pakai lagu Michael Bubble atau Coldplay lebih sip lagi, dan kalau ibu sudah selesai dengan pak Dani, ibu bisa panggil saya,nanti sekalian saya pijitin biar tambah rileks.” terangnya sangat akrab.
Ternyata duniaku tidak akan lebih buruk lagi, dari semua yang kualami pagi ini, aku masih punya orang orang yang peduli, masih ada kebaikan manis disini….

DANI – Karyawan
            Semalaman aku menyelesaikan tugas yang bukan milikku, semata-mata kerena loyalitasku pada perusahaan dan atasan, tapi apa yang kudapat, kosong! Bahkan lagi-lagi aku harus kalah dari seorang perempuan penjilat yang tahu benar cara mengambil hati bos tanpa kerja keras. Akulah yang kerja keras! Akulah tulang pungggung perusahaan ini! Akulah yang mencintai pekerjaanku!
Kulempar begitu saja tas kerjaku, hingga aku lupa Blackberryku tersimpan di bagian depan tas, yang kini terdengar keras terantuk kaki kursi, tapi aku tak peduli, habis sudah kesabaranku. Hari ini adalah akumulasi kekecewaan dan kekalahanku.
Istriku, Zahra mengambil tasku dari lantai dan meletakkannya di meja kerjaku tanpa suara, seakan tahu sedikit saja suara dapat meledakkan bom yang ada di kepalaku. Lalu ia masuk dapur, beberapa menit kemudian ia keluar dengan membawa secangkir teh panas yang diletakkannya di meja keluarga, tepat di depan aku duduk dengan bersandar lemas. Ia menunduk meletakkan tehnya, lalu menengadahkan kepalanya dan memberiku senyuman. Senyuman yang mendamaikan, beberapa detik aku lupa dengan kekesalanku, lalu aku benar-benar lupa, ketika menyadari keadaan sekitar. Kulihat sekeliling, ruangan yang bersih dan rapi, dan sebuah pintu terbuka dengan seorang balita lucu terlelap di dalamnya, lalu Zahra keluar dari dapur dan berdiri di depanku dan berkata, “Kau khan sudah makan malam, cobalah untuk tidur, kubuatkan air panas untuk mandi ya, biar lelap nanti tidurnya.”
Suara yang sangat halus dan tenang, suara yang begitu menentramkan, ia beranjak pergi kearah dapur lagi, ketika belum sempat aku mengatakan betapa aku sangat mencintainya dengan segala kelembutan dan kesempurnaannya. Ternyata duniaku tak seburuk yang kusangka….

ZAHRA – Freelance Designer
            Kurapikan sisa–sisa file yang berantakan di meja kerja suamiku, sambil tetap mengawasi Tristan, putraku 3 tahun yang bermain sepeda roda tiga di ruang keluarga kami yang tidak terlalu besar. Entah yang keberapa kali aku merapikan semua mainan dan kekacauan yang dibuatnya. Beberapa jam lagi suamiku pulang, aku tak ingin membuatnya marah dengan membiarkan rumah berantakan tak terjaga. Semoga Tristan mulai mengantuk sebelum Dani datang, batinku merana.
Ternyata benar, satu jam kemudian Tristan mulai mengantuk karena kelelahan bermain, lalu hanya beberapa menit kugendong, ia benar-benar terlelap. Kubaringkan berlahan di box tempat tidurnya, lalu segera merapikan sisa mainannya. Dani bisa pulang kapan saja. Aku benar-benar lelah, tapi ketakutanku pada amarah Dani, membangun kekuatan tersendiri padaku. Aku masih sanggup merapikan seluruh isi rumah, setelah seharian menjaga tristan sambil menyelesaikan sisa disainku yang mulai mendekati deadline. Aku telah memasukkan mainan terakhir, ketika suara mobil terdengar memasuki halaman rumah. Tak lama, lalu terdengar sesuatu terbanting di ruang keluarga. Dari dalam kamar Tristan, kulihat suamiku terduduk lemas dengan tas tergeletak begitu saja di lantai, dan kulihat ia membawa pulang ketakutan terbesarku…wajah Dani yang memerah dan mata yang penuh amarah. Aku tak berani menampakkan diri, tapi akhirnya kuberanikan mengambil tasnya tanpa suara dan meletakkannya di meja kerja, semoga ia tak menyadari keberadaanku, batinku, lalu aku setengah berlari menuju dapur. Aku benar benar takut….
Kutelepon Daniel sahabatku, sekedar untuk menenangkan hatiku, tapi lagi-lagi tanpa sadar aku sedikit menceritakan ketakutanku. Nasehat Daniel dan ucapan-ucapannya yang menyejukkan , membuat hatiku sedikit tenang.
“Berilah senyuman, cukup senyuman, karena senyummu adalah senyum yang terindah…bagi suamimu.”
Hatiku sedikit tenang, betapa beruntungnya aku masih punya sahabat untuk berbagi. Duniaku tak seseram yang kutakutkan…lalu aku keluar dapur, kubawa secangkir teh panas kepadanya.

DANIEL – Project Engineer
            Kuhela nafas panjang, malam ini, di tengah mengawasi pekerjaan cor lantai 2, aku baru saja berbicara lagi dengan cinta sejatiku. Zahra, wanita lemah lembut yang sangat kucintai, namun ia tak mengetahuinya. Begitu besarnya cintaku padanya, hingga hanya membayangkan ia menolak cintaku saja, mampu membuat hatiku hancur berkeping-keping. Jadi kusimpan semua cintaku dan tetap tegar ketika ia menikah dengan teman kuliahnya. Setidaknya dengan tetap menjadi sahabatnya, aku tetap dapat berada didekatnya, dan mendengar suaranya. Hp berdering lagi, kali ini dari istriku, ia bilang ia sudah pulang dari seminar dan kuatir mengapa sampai malam aku masih di proyek. Ia pun hampir nekat membawakan makan malam ke proyek, kalau tidak kubujuk habis-habisan untuk mencegahnya. Aku tak ingin menyusahkannya.
Eva, istriku yang sangat mencintaiku, meski cintaku padanya tak sebesar cintanya padaku. Bagiku cukuplah walau hanya begini, dapat dekat dengan cinta sejatiku, dan memiliki istri yang sangat mencintaiku. Terdengar egois, tapi aku sangat setia pada istriku, karena bagaimanapun juga duniaku yang sekarang tidaklah terlalu buruk….

EVA – Humas
            Kubuka pintu rumahku, kunyalakan lampu ruang depan, lalu, kupanggil berulang-ulang, Marlah, babysitterku. Tak ada jawaban, tapi terdengar suara riang dari taman luar belakang, sepertinya mereka di sana. Kuletakkan seluruh bawaanku. Masih teringat jelas pagi tadi, kejadian yang benar benar tak kubayangkan akan terjadi. Sudah menjadi tabiat terbesarku bahwa harus mendapatkan segala sesuatu yang kuinginkan, meski itu hanya untuk pembuktian pada diriku sendiri bahwa aku mampu. Seperti pagi ini, Nick, pimpinanku yang dikenal sangat berwibawa dan tak tersentuh, akhirnya bertekuk lutut di hadapanku, dan berjanji akan melakukan apa saja demi mendapatkan cintaku. Bahkan dengan kuberi syarat harus di rumahnya.
Lalu pagi ini, kami didapati oleh istri Nick, Lana. Tak dapat kulupakan mata Lana yang hancur, yang seketika juga membangunkanku dari obsesi bodoh yang baru saja kuraih. Mengingat matanya saja membuat hatiku hancur juga. Aku tahu benar perasaannya. Aku tahu bagaimana rasanya mencintai seseorang yang lebih mencintai orang lain. Lama baru kusadari bahwa Daniel, suamiku tak ada di rumah, kutelepon hpnya, sibuk…, hatiku terhempas lagi, pasti wanita itu yang lebih dulu meneleponnya dan sekarang mereka sedang tertawa berdua.
Sebelum menikah, aku sudah tahu kalau ia sedang mencintai orang lain, tapi itulah yang menjadi obsesiku, keinginan untuk mendapatkan cintanya. Kenyataannya aku memang mendapatkannya, ia menikahiku, tapi ternyata cintanya kepadaku tak sebesar cintanya pada wanita itu, dan yang lebih parah lagi, obsesiku menjadi sebuah cinta yang sangat dalam. Aku berharap setelah menikah ia akan lebih mencintaiku, toh, wanita itu kabarnya juga sudah menikah, tapi kenyataannya selalu ada lubang kosong di hati kami, kami seperti tak dapat meraih satu sama lain, sedekat apapun kami. Namun aku yakin semuanya akan baik-baik saja karena aku tahu suamiku sangat setia.
Tapi hari ini aku tak tahu apakah aku akan baik-baik saja, setelah aku menatap mata kepedihan istri Nick, kepedihan yang sama yang selalu kurasakan setiap kali melihat mata Daniel yang berbinar, kala hpnya berdering dengan ringtone khusus. Mata yang menyadarkanku bahwa obsesikulah yang membuatku terperangkap dalam pernikahan palsu ini, dan lagi-lagi karena obsesiku juga yang menjadikan wanita lain berada dalam kepedihan yang sama dengan diriku, kepedihan yang kurangkai sendiri.
Ima masuk dari halaman belakang, “Mama! Hoe mama uda puwang!”
Ima, putriku berumur 2 tahun, berlari ke arahku, mata jernihnya penuh kerinduan. Tawanya yang membahagiakan, menghilangkan semua kepedihan yang ada dalam diriku, ia melompat ke atas pangkuanku, memeluk dan menyandarkan kepalanya di bahuku. “Mama…Mima tangen, atu tayaaaang mama….” rengeknya bahagia, tubuh yang mungil dan hangat memelukku lebih erat. Cinta sejatiku, bidadari kecil dalam hidupku merengkuhku.
Aku tak dapat berpikir hal buruk lagi tentang duniaku, aku sedang dalam pelukan malaikatku….

debby, malang 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar